Hampir seminggu ini harian lokal di kota ini (Surabaya) memberitakan tentang sebuah kasus yang benar-benar mencoreng tidak hanya pendidikan di negeri ini tapi juga bangsa ini secara keseluruhan. Betapa tidak, bahwa kejujuran di negeri sangatlah langka. Ketidakjujuran sepertinya hal yang lumrah jika terjadi di birokrasi sehingga menyebabkan banyaknya kasus suap dan korupsi, tapi inilah hal yang paling mengagetkan bahwa ketidakjujuran terjadi justru di dalam wilayah pendidikan, yang semestinya mendidik anak-anak bangsa yang bermoral tinggi.
Di sebuah sekolah tingkat dasar, ketika terjadi UNAS beberapa minggu lalu, seorang guru memaksa seorang siswanya untuk memberikan contekan ke siswa lainnya yang tidak mampu. Dan ketika hal itu diketahui ibunya, maka si Ibu melaporkan ke sekolah, tapu ternyata sekolah tak menggubrisnya seakan bahwa hal itu tidak salah. Si Ibupun kemudian melaporkan ke dinas pendidikan kota, dan ketika muncul di sebuah media,maka ramailah hal itu. Sungguh ironis, si Ibu tersebut justru menjadi cacian, makian dan hinaan dari para wali murid sekolah tersedbut dengan dalih telah mencemarkan nama baik sekolah.
Beruntung saya ketika saat sekolah dulu kejujuran masih sangat dihargai. Saya teringat di jaman sekolah dulu, bahwa mencontek adalah sebuah kesalahan terbesar yang sulit dimaafkan. Ada seorang kawan yang ketahuan nyontek buku saat ujian cawu, maka tindakan yang diberikan guru benar-benar membuat kapok, yakni nilai rapor bakal merah. Bahkan saya masih teringat ketika seorang kawan yang nekat mendapatkan bocoran soal ujian entah dari mana, ketika ketahuan maka sanksinya tinggal kelas atau dikeluarkan dari sekolah. Apalagi saat UNAS, jangankan mencontek, menoleh saja ke samping guru penjaga sudah siap memeloti tingkah kita, jika ketahuan menyontek guru penjaga tak segan-segan mengusir dari ruang ujian.
Berbalik 180 derajat dari keadaaan sekarang, banyak guru penjaga yang berkongkalikong dengan guru atau kepala sekolah setempat yang justru membiarkan terjadinya penyontekan masal, bahkan guru tak sungkan-sungkan lagi memberikan jawaban atas soal ujian. Bukan itu saja, di beberapa sekolah bahkan dibentuk tim khusus yang terdiri dari beberapa guru untuk memperbaiki jawaban siswanya yang dinilai kurang. Entah apa di benak mereka yang merencakan kecurangan masal seperti itu, sepertinya yang dikejar adalah nama baik sekolah yang semu. Padahal seharusnya bukan
nama sekolah yang dipertahankan akan tetapi moral dan mental siswalah yang mesti dipertahankan.
Saya teringat sebuah ungkapan dari seorang yang saleh yang berbunyi kurang lebih "Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu". Bukankah zaman sekarang justru lebih banyak tantangan dan godaan, maka jika kita tidak menyiapkan anak-anak kita dengan ilmu yang mumpuni, yang tidak hanya ilmu pengetahuan tetapi juga ilmu agama. Justru ilmu agama dan moral lah yang kelak menjadi ilmu yang paling berharga untuk menjalani hidup yang semakin susah. Kejujuran, kerja keras dan pantang menyerah adalah salah satu ilmu moral dan juga ilmu yang banyak diajarkan di semua agama. Jika kejujuran sudah hilang sejak dari kecil anak-anak kita, maka jangan harap penipuan, suap dan korupsi bisa hilang di negeri ini. Seharusnya kejujuran tidak hanya diajarkan di sekolah tapi juga di rumah-rumah kita sejak sedari kecil.
Akhirnya memang sebuah kejujuran adalah barang langka, bahkan semakin dibenci banyak orang, tapi orang yang jujurlah yang akan mujur di dunia dan di akhirat kelak. Semoga kita bisa tetap berlaku jujur dan mampu mengajarkan kejujuran pada anak-anak kita, keluarga, sahabat dan lingkungan sekitar kita.
Ada telepon berdering... tak diangkat-angkat, sang Ayah berkata "Nak, bilang ayah tidak ada di rumah". Apakah anda pernah melakukan ini??? :p
14 Juni 2011
Pendidikan Kejujuran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

![Validate my RSS feed [Valid RSS]](http://www.feedvalidator.org/images/valid-rss-jonathan.gif)


1 komentar:
pendidikan memang penting. untuk kemajuan sebuah bangsa.
kunjungi juga : cupuwatu resto tempat kuliner khas jogja
Posting Komentar