20 Maret 2006,
Sepeti kebanyakan banyak orang bahwa hari libur ini yang jatuh pada tanggal 20-23 Maret merupakan libur panjang, bagiamana tidak biasanya libur mungkin 1 atau 2 hari saja (sabtu-minggu), tetapi pada pekan ini libur 4 hari secara berturut-turut. Dan karena banyakorang yang mempunyai anggapan sama, termasuk aku, bahwa libur panjang lebih terasa nikmat jika dihabiskan berkumpul bersama keluarga dan sanak-famili di desa, maka fenomena mudik merupakan hal yang umum terjadi.
Kamis, 20 Maret 2008 aku sudah merencanakan berangkat mudik ke kampung jauh seminggu sebelumnya. Kupikir aku akan berangkat pagi-pagi sekali, agar tidak terlalu padat di angkutan umum. Tapi Rabu sore, sehari sebelum rencana pulang kampung aku menerima telepon dari Zamroni. Dia ingin mengajak barengan ke Tulungagung sementara aku ke Jombang. Ya, tak ada salahnya, toh searah bisnya. So, aku rencanakan berangkat mungkin agak siang sedikit, menunggu kedatangan kereta yang ditumpanginya dari Jakarta yang ditempuhnya sampai stasiun pasar turi selama beberapa jam lamanya, dan pagi pada hari Kamis dia sudah sampai. Seperti dugaanku, karena dia menaiki kereta Gumarang, mungkin sekitar jam 7 pagi dia baru sampai di Surabaya. Dan ketika kuhubungi ke HP-nya tepat juga dai mulai merapat ke stasiun pasar turi pada jam 7. Aku dan Zam janjian ketemuan di Bungurasih saja, dan memintakumembawakan kotak/dus ponselnya yang pernah dititipkan padaku.
Tepat jam 7 setelah mandi dan tanpa sarapan pagi, aku menunggu bemo line P yang akan
membawaku ke terminal joyoboyo. 15 menit kemudian, wess... aku melambaikan tangan pada bemo itu, tapi o lalala... ternyata telah penuh sesak, lewat sudah satu bemo tanpa menghiraukanku. Oke lah aku masih menunggu bemo yang lain, mmm sudah hampir sejam.
Wessss, kali ini kulambaikan pada bemo lain yang sedang lewat, tapi sekali lagi aku hanya dilewati dan tangan Cak sopir melambai memberi tanda bahwa bemonya telah penuh. Rupanya, karena fenomena mudik itulah aku menduga bemo itu telah penuh di Gebang, karena bemo itu melewati kampus ITS, dan aku yakin banyak mahasiswa yang pulkam juga. Baiklah aku tak mau menunggu terlalu lama bemo satu-satunya trayek yang lewat di depan rumah kontrakanku, aku gak enak Zam menungguku terlalu lama di Bungur. Akupun berjalan sekitar 100 M ke arah timur, mungkin di perempatan itu banyak bemo dengan trayek lain yang lebih banyak. Belum 10 menit, aku menemukan sebuah bemo RBK yang sedang tak banyak menganggkut penumpang.
Lambaian tanganku menyetop laju bemo tersebut, akhirnya dapat juga angkutan, tapi aku harus merubah jalur kepulanganku yang biasanya berangkat dari terminal Joyoboyo sekarang melewati terminal Bratang. Tak lebih dari 10 menit aku sudah sampai di terminal bratang, kulihat beberapa orang telah berebut masuk ke dalam sebuah bis kota jurusangan Bungurasih. Akupun mempercepat langkah menuju bis tersebut, dan saat kumulai masuk kulihat bis telah penuh sesak penumpang bahwa tak ada samasekali bangku kosong, terpaksa kali ini aku berdiri bergelayutan di tengah bis yang mulai berjalan pelan menuju Terminal Bungurasih.
Setibanya di Bungurasih, aku langsung menuju depan Masjid seperti kesepakatanku dengan Zam kita ketemua di tempat itu. Celingak-celinguk tak kulihat batang hidung Zam, kucoba SMS menanyakan posisinya. Ternyata dia masih dalam perjalanan bis kota, maklum jalanan macet mungkin agak lama katanya. Okelah aku menunggu beberapa menit sampai akhirnya sampai juga. Kami langsung saja mencari tempat dari deretan bus yang telah banyak dikerubuti calon penumpang. Rupanya memang sudah kelewat siang, sehingga calon penumpang sudah begitu banyaknya saling berebut, bahkan ketika bus hendak menurunkan penumpang sudah diserbu beratus-ratus orang. Kupikir tak mungkin rasanya menunggu ada tempat duduk kosong saat ini. Maka tak ada pilihan, lagi-lagi mesti berdiri bergelayutan di dalam bis.
Jalanan mulai ramai dengan banyak kendaraan roda 2 dan 4, seakan mereka satu arah tujuan yakni keluar dari Kota Surabaya. Tak heran kiranya kemacetan terjadi di mana-mana, dan bis yang kutumpangi hanya mampu merayap seperti semut besar diantara berjajar semua kecil
yang berebut jalan menuju lorong keluar. Bis yang membawaku keluar kota Pahlawan ini adalah Bis Akas, meski dilengkapi dengan fasilitas AC tetap saja hawanya terasa panas karena banyaknya penumpang yang berjubel bahkan saking panas beberapa penumpang kecil (bayi) meraung-raung merasa kegerahan. Kasihan juga melihatnya, tapi bagimanapun juga aku tak bisa berbuat apapun, bahkan Ibunya hanya mengipas-ngipaskan selembar kertas untuk membuat sejuk anaknya. Tapi tetap saja hawa panas ini tetap terasa. Akhirnya perjalananku mudik yang biasa ditempuh dalam waktu +- 2 Jam, kin lebih dari 3 jam. Alhamdulillah sampai juga
di terminal Mojogaung dengan keringat yang bercucuran karena kepanasan.
Di setiap tahun dan setiap kali mudik selalu dan selalu terjadi berbagai masalah transportasi. Kemacetan, penumpang yang penuh dan harga tiket yang tidak wajar selalu menjadi topik utama. Belum lagi masalah kenyamanan dan keamanan penumpang yang selalu terancam. Mungkin saatnya negara ini mempunyai sistem transportasi masal yang murah, nyaman dan aman. Kemacetan seringkali disebabkan banyak kendaraan yang berkeliaran di jalanan, terutama kendaraan pribadi, juga kesadaran akan ketertiban lalu lintas. Bayangkan, hanya mengangkut 1 orang saja harus menggunakan mobil, berapa meter jalanan yang dipakai. Jika banyak orang mempunyai mobil pribadi maka tentu macet adalah masalah utamanya. Maka sangatlah tepat di Jakarta menerapkan 3 in 1 road, tapi lagi-lagi karena mental masayarakat kita yang buruk selalu ada jalan untuk mengakali peraturan, semisal dengan adanya joki 3 in 1. Belum lagi soal roda 2 yang sering mengebut dan seringkali menerobos rambu dan lampu lalu lintas. Sungguh ironis sekali terkadang keselamatan disepelekan dibanding keinginan cepat sampai tujuan. Berbagai alasan utama yang sering kali dikeluhkan pemakai kendaraan pribadi karena angkutan umum mahal, tidak nyaman dan jauh dari aman. Bayangkan bagaimana tidak mahal, setiap kali hari raya, hari libur panjang bahkan ketika malam minggu pemilik angkutan umu dengan seenaknya menaikkan tarif yang mungkin bisa melebihi batas wajar. Jikapun tidak, mungkin kalah dengan calo ketika kita harus menggunakan kereta api, dan harganya akan bisa 3 kali lipat jika kita membeli dari calo. Kenyamanan seringkali diabaikan di angkutan umum jenis bemo dan bis, lihatlah tempat duduknya yang sudah reyot, bodinya penyok sana-sini dan suara mesin yang mendesing keras tetap saja digunakan asal jalan katanya. Aman apalagi, jauh rasanya dan bukan lagi rahasia kalau angkutan umum seringkali ada copet, jambret dan sebangsanya. Belum lagi terkadang sopir yang ugal-ugalan, seperti sebuah kelakar kuno "murah kok minta selamat".
Seperti lingkaran setan persoalan transportasi negara ini, selalu masalah dan masalah. Kira-kira kapan ya kita mempunyai transportasi masal yang murah, nyaman dan aman?
Tepat jam 7 setelah mandi dan tanpa sarapan pagi, aku menunggu bemo line P yang akan
membawaku ke terminal joyoboyo. 15 menit kemudian, wess... aku melambaikan tangan pada bemo itu, tapi o lalala... ternyata telah penuh sesak, lewat sudah satu bemo tanpa menghiraukanku. Oke lah aku masih menunggu bemo yang lain, mmm sudah hampir sejam.
Wessss, kali ini kulambaikan pada bemo lain yang sedang lewat, tapi sekali lagi aku hanya dilewati dan tangan Cak sopir melambai memberi tanda bahwa bemonya telah penuh. Rupanya, karena fenomena mudik itulah aku menduga bemo itu telah penuh di Gebang, karena bemo itu melewati kampus ITS, dan aku yakin banyak mahasiswa yang pulkam juga. Baiklah aku tak mau menunggu terlalu lama bemo satu-satunya trayek yang lewat di depan rumah kontrakanku, aku gak enak Zam menungguku terlalu lama di Bungur. Akupun berjalan sekitar 100 M ke arah timur, mungkin di perempatan itu banyak bemo dengan trayek lain yang lebih banyak. Belum 10 menit, aku menemukan sebuah bemo RBK yang sedang tak banyak menganggkut penumpang.
Lambaian tanganku menyetop laju bemo tersebut, akhirnya dapat juga angkutan, tapi aku harus merubah jalur kepulanganku yang biasanya berangkat dari terminal Joyoboyo sekarang melewati terminal Bratang. Tak lebih dari 10 menit aku sudah sampai di terminal bratang, kulihat beberapa orang telah berebut masuk ke dalam sebuah bis kota jurusangan Bungurasih. Akupun mempercepat langkah menuju bis tersebut, dan saat kumulai masuk kulihat bis telah penuh sesak penumpang bahwa tak ada samasekali bangku kosong, terpaksa kali ini aku berdiri bergelayutan di tengah bis yang mulai berjalan pelan menuju Terminal Bungurasih.
Setibanya di Bungurasih, aku langsung menuju depan Masjid seperti kesepakatanku dengan Zam kita ketemua di tempat itu. Celingak-celinguk tak kulihat batang hidung Zam, kucoba SMS menanyakan posisinya. Ternyata dia masih dalam perjalanan bis kota, maklum jalanan macet mungkin agak lama katanya. Okelah aku menunggu beberapa menit sampai akhirnya sampai juga. Kami langsung saja mencari tempat dari deretan bus yang telah banyak dikerubuti calon penumpang. Rupanya memang sudah kelewat siang, sehingga calon penumpang sudah begitu banyaknya saling berebut, bahkan ketika bus hendak menurunkan penumpang sudah diserbu beratus-ratus orang. Kupikir tak mungkin rasanya menunggu ada tempat duduk kosong saat ini. Maka tak ada pilihan, lagi-lagi mesti berdiri bergelayutan di dalam bis.
Jalanan mulai ramai dengan banyak kendaraan roda 2 dan 4, seakan mereka satu arah tujuan yakni keluar dari Kota Surabaya. Tak heran kiranya kemacetan terjadi di mana-mana, dan bis yang kutumpangi hanya mampu merayap seperti semut besar diantara berjajar semua kecil
yang berebut jalan menuju lorong keluar. Bis yang membawaku keluar kota Pahlawan ini adalah Bis Akas, meski dilengkapi dengan fasilitas AC tetap saja hawanya terasa panas karena banyaknya penumpang yang berjubel bahkan saking panas beberapa penumpang kecil (bayi) meraung-raung merasa kegerahan. Kasihan juga melihatnya, tapi bagimanapun juga aku tak bisa berbuat apapun, bahkan Ibunya hanya mengipas-ngipaskan selembar kertas untuk membuat sejuk anaknya. Tapi tetap saja hawa panas ini tetap terasa. Akhirnya perjalananku mudik yang biasa ditempuh dalam waktu +- 2 Jam, kin lebih dari 3 jam. Alhamdulillah sampai juga
di terminal Mojogaung dengan keringat yang bercucuran karena kepanasan.
Di setiap tahun dan setiap kali mudik selalu dan selalu terjadi berbagai masalah transportasi. Kemacetan, penumpang yang penuh dan harga tiket yang tidak wajar selalu menjadi topik utama. Belum lagi masalah kenyamanan dan keamanan penumpang yang selalu terancam. Mungkin saatnya negara ini mempunyai sistem transportasi masal yang murah, nyaman dan aman. Kemacetan seringkali disebabkan banyak kendaraan yang berkeliaran di jalanan, terutama kendaraan pribadi, juga kesadaran akan ketertiban lalu lintas. Bayangkan, hanya mengangkut 1 orang saja harus menggunakan mobil, berapa meter jalanan yang dipakai. Jika banyak orang mempunyai mobil pribadi maka tentu macet adalah masalah utamanya. Maka sangatlah tepat di Jakarta menerapkan 3 in 1 road, tapi lagi-lagi karena mental masayarakat kita yang buruk selalu ada jalan untuk mengakali peraturan, semisal dengan adanya joki 3 in 1. Belum lagi soal roda 2 yang sering mengebut dan seringkali menerobos rambu dan lampu lalu lintas. Sungguh ironis sekali terkadang keselamatan disepelekan dibanding keinginan cepat sampai tujuan. Berbagai alasan utama yang sering kali dikeluhkan pemakai kendaraan pribadi karena angkutan umum mahal, tidak nyaman dan jauh dari aman. Bayangkan bagaimana tidak mahal, setiap kali hari raya, hari libur panjang bahkan ketika malam minggu pemilik angkutan umu dengan seenaknya menaikkan tarif yang mungkin bisa melebihi batas wajar. Jikapun tidak, mungkin kalah dengan calo ketika kita harus menggunakan kereta api, dan harganya akan bisa 3 kali lipat jika kita membeli dari calo. Kenyamanan seringkali diabaikan di angkutan umum jenis bemo dan bis, lihatlah tempat duduknya yang sudah reyot, bodinya penyok sana-sini dan suara mesin yang mendesing keras tetap saja digunakan asal jalan katanya. Aman apalagi, jauh rasanya dan bukan lagi rahasia kalau angkutan umum seringkali ada copet, jambret dan sebangsanya. Belum lagi terkadang sopir yang ugal-ugalan, seperti sebuah kelakar kuno "murah kok minta selamat".
Seperti lingkaran setan persoalan transportasi negara ini, selalu masalah dan masalah. Kira-kira kapan ya kita mempunyai transportasi masal yang murah, nyaman dan aman?

![Validate my RSS feed [Valid RSS]](http://www.feedvalidator.org/images/valid-rss-jonathan.gif)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar